TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian
dengan rasa.
Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis,
tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
2.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Jean Piaget meneliti dan menulis
subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan
para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak
bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah
pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut
penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta
perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Jean Piaget menyebut bahwa
struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari
skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan
respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini
berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki
struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Piaget memakai istilah
scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola
tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :
- Refleks-refleks
pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum.
- Scheme
mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah
laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat
diamati
Jika schemas / skema / pola
yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari
lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium (equilibrium),
namu ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan
pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium)
yaitu kondisi yang tidak menyenangkan.
Sebagai contoh karena masih
terbatasnya skema pada anak-anak : seorang anak yang baru pertama kali melihat
buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki konsep cecak
yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep cecak dalam skemanya dan
ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling
dekat dengan stimulus. Peristiwa ini pun bisa terjadi pada orang dewasa. Hal
ini terjadi karena kurangnya perbendaharaan kata atau dalam kehidupan
sehari-harinya konsep tersebut jarang ditemui. Misalnya : seringkali orang
menyebut kuda laut itu sebagai singa laut, padahal kedua binatang itu jauh
berbeda cara hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan kuda
ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian bentuk tubuhnya
yang hampir sama.
Perkembangan skemata ini
berlangsung terus -menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata
tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik
kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran dan tingkat intelegensi
anak itu.
Menurut
Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,
1.Struktur
; disebut juga scheme seperti yang
dikemukakan diatas
2.Isi
; disebut juga
content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu
masalah.
3.Fungsi
; disebut fungtion, yaitu yang
berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul.
Fungsi itu sendiri terdiri
dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
- Organisasi
; berupa kecakapan seseorang
dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang
koheren.
-
Adaptasi ; yaitu
penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi
dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
1.
Asimilasi
Adalah proses
pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah
terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi
masalah dalam lingkungannya.
2.
Akomodasi
Adalah proses
pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak
langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan.
Dalam struktur kognitif
setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi.
Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang
terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada
dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan
baru yang diperolehnya.
Dengan penjelasan diatas
maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan intelektual.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya
proses yang kontinu dari adanya equilibrium – disequilibrium. Bila
individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat
perkembangan intelektual yang lebih tinggi.
2.2.1 Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi
empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1.
kematangan
2.
pengalaman fisik / lingkungan
3.transmisi
social
4.equilibrium
Selanjutnya Piaget
mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara
lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi
klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Berdasarkan hasil
penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari
setiap individu yang berkembang secara kronologis :
a.
tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;
b.
tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;
c.
tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;
d
tahap Operasi Formal : 11 keatas.
Sebaran umur pada seiap
tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang
satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil
penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric
Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini,
pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi
alat indra)
Pada mulanya pengalaman itu bersatu
dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek
yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya
terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda
tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan
bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai
dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam
symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara
binatang, dll.
Kesimpulan pada tahap ini
adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan
digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa
kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia
hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
b.Tahap
Pra Operasi ( Pre Operational Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk
pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di
sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan
sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan
tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978
:24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada
pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat
objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada
tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep
kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi,
luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan
belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
Kesimpulan pada tahap ini
adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih
terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya
saja.
c.
Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya
sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah
memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini
terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan
dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara
objek
Anak pada tahap ini sudah
cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang
ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek
fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan
besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
Smith
(1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan
warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan
untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi
peranyaan, “Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah
yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami
kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan
lambang-lambang.
Kesimpulan pada tahap ini
adalah : Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis,
tetapi belum dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
d.Tahap
Operasi Formal (Formal Operation Stage)
Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir
dari perkembangan konitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu
melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan
logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu
bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya
berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya
dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah
memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan
hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini
:
Seorang anak pada tahap ini
dihadapkan pada gambar “pak Pendek” dan untaian klip (penjepit kertas) untuk
mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk
verbal bahwa “Pak Pendek” itu mempunyai teman “Pak Tinggi”. Lebih lanjut
dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api tinggi “Pak Pendek”empat
batang sedangkan tinggi “Pak Tinggi” enam batang korek api.
Berapakah tinggi “Pak
Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan
masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.
Karakteristik dari anak
pada tahap ini adalah telah memiliki kekampuan untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif,
yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya (child,
1977 : 127)
Kesimpulan pada tahap ini
adalah :
Pada tahap operasional formal, anak-anak
sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument
(karena itu disebut operasional formal).
Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah
memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran
abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi
formal memungkinkan berkembangnya system nilai dan ideal, serta pemahaman untuk
masalah-masalah filosofis.
2.2.2 Implikasi Pendidikan
di Kelas
Pengaplikasiannya
di dalam belajar : perkembangan kognitif bergantung pada
akomodasi. Kepada individu diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia
dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya
saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru
ini individu akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area
itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.
Secara terinci dibawah ini
adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1.
Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan
orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan
sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2.
Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah
agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak
meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang
dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah
sendiri.
3.
Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika
anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih
penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak
menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan
bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang
kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk
menanggulanginya.
4.
Guru dapat menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran
materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
Jadi, secara singkat dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu
structure, content dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan,
struktur dan konten intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi
akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing
. mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak.
Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang
ada pada tingkat perkembangan khusus.
2.2.3 Kritik Terhadap Teori
Piaget
Kebanyakan ahli psikologi
sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada
dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu
berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang
meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak
mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
- Pada sebuah studi klasik,
McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami
konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang
diyakini oleh Piaget.
- Studi lain yang mengkritik
teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek
permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) ; 104 anak
diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas
operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk
pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap
operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson
serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan
kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang
lebih tua
-
dan belum lama ini, Bradmetz (1999) menguji pernyataan Piaget bahwa mayoritas
anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak. Inilah yang menjadi
pertentangan dan kritikan diantara para ahli psikologi
2.3
Vygotsky
Menurut Vygotsky bahwa
perkembangan kognisi sangat terkait dengan masukan dari orang-orang lain dan perolehan
system-sistem tanda terjadi dalam urutan langkah-langkah tetap yang sama untuk
semua anak.Sistem perkembangan menurut Vygotsky
yaitu:
a.
Sistem Tanda
Sistem
tanda merupakan symbol-simbol yang diciptakan budaya untuk membantu orang berpikir,berkomunikasi,dan
memecahkan masalah.Menurut Vygotsky pembelajaran mlibatkan perolehan tanda
tanda melalui pengajaran dan informasi dari orang-orang lain.Perkembangan
melibatkan internalisasi anak terhadap tanda-tanda ini sehingga sanggup berpikir
dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang-orang lain.
b.
Kemandirian
Kemandirian
merupakan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang-orang
lain.Langkah pertama dalam perkembangan kemandirian dan pemikiran independen
ialah belajar bahwa tindakan dan suara mempunyai makna.Langkah kedua dalam
mengembangkan struktur internal dan kemandirian melibatkan praktik.Langkah
terakhir melibatkan penggunaan tanda untuk berpikir memecahkan masalah tanpa
bantuan orang-orang lain.
c.
Percakapan Pribadi
Percakapan
Pribadi merupakan suatu mekanisme yang ditekankan Vygotsky untuk mengubah pengetahuan bersama menjadi
pengetahuan pribadi.Anak-anak menyerap percakapan orang-orang lain dan kemudian
menggunakan percakapan itu untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah.
d.
Zona Perkembangan Proksimal
Zona
perkembangan Proksimal merupakan Tingkat perkembangan langsung diatas tingkat
seseorang saat ini.Perkembangan kognitif dan kemampuan menggunakan pemikiran
untuk mengendalikan tndakan-tindakan kita sendiri pertama-tama memerlukan
penguasaan system-sistem komunikasi budaya dan kemudian belajar menggunakan
system-sistem ini untuk mengatur proses pemikiran kita sendiri.
e.
Perancahan
Perancahan
merupakan dukungan untuk pembelajaran dan pemecahan masalah; mungkin saja meliputi
petunjuk, sarana yang mengingatkan, dorongan,penguraian masalah menjadi
langkah-langkah,penyediaan contoh,atau semua hal lain yang memungkinkan siswa
secara mandiri sebagai pelejar.
Perancahan berarti menyediakan banyak dukungan kepada seseorang anak selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukkungan dan meminta
anak memikul tanggung jawab yang makin besar begitu dia sanggup(Rosenshine dan
Maister,1992)
f.
Pembelajaran Kerja Sama
Pembelajaran
kerja sama memungkinkan percakapan batin anak-anak tersedia bagi anak –anak
lain, sehingga marake dapat memperoleh pemahaman tentang proses penalaran satu
sama lain.Vygotsky (1978) sendiri mengakui nilai interaksi sesame teman dalam
memajukan anak-anak dalam pemikiran mereka.
Penerapan Teori Vygotsky
dalam Pengajaran
1.
Keinginan menyusun rencana pembelajaran
kerja sama diantara kelompok-kelompok siswa yang mempunyai tingkat-tingkat
kemampuan yang berbeda.
2.
Pendekatan Vygotsky terhadap pengajaran
menekankan perancahan,dengan siswa yang mengambil makin banyak tanggung jwab
pembelajaran mereka sendiri.
2.4
Erikson
Erikson berbeda dengan
Piaget dan Vygotsky,beliau memandang perkembangan lebih menekankan dari sudut
pribadi dan social yang sering disebut Psikososial.Psikososial merupakan
beberapa prinsip yang mengaitkan lingkungan social dengan perkembangan
psikologis. Menurut Erikson beberapa persoalan yang sangt penting yang harus
diatasi masing-masing orang ketika mereka melewati masing-masing dari kedelapan
tahap kehidupan, yaitu:
1.
Kepercayaan versus Ketidakpercayaan(Sejak
Lahir Hingga 18 Bulan)
Tujuan
masa bayi adalah mengembangkan kepercayaan dasar dalam dunia ini.Erikson
(1968,hal. 96)mendefinisikan kepercayaan
dasar sebagai”kepercayaan penuh terhadap orang-orang lain dan juga rasa
kelayaan diri sendiri yang mendasar untuk dipercaya”.Dalam tahap ini menekankan
bahwa ibu adalah sosok orang penting yang pertama dalam dunia sang
anak.Perilaku ibu terhadap bayinya menciptakan dalam bayi rasa ketidak
percayaan bagi dunianya yang dapat bertahan terus sepanjang masa anak-anak
hingga dewasa.
2.
Otonomi versus Keraguan (18 hingga 3
Tahun)
Pada
usia dua tahun kebanyakan bayi dapat berjalan dan telah cukup banyak belajar
tentang berbahasa untuk berkomunikasi dengan orang-orang lain.Pada masa ini
anak-anak berjuang untuk meraih otonomi kemampuan melakukan sendiri segala
sesuatu.Keinginan anak sering bertabrakan dengan orang tua sehinga orang tua
melarang dan keras member anak-anak mereka ketidak berdayaan dan ketdak
mampuan,yang dapat mengakibatkan rasa malu dan keraguan akan kemampuan
seseorang
3.
Insiatif versus Rasa Bersalah(3 hingga 6
Tahun)
Selama
periode ini kemampuan motorik dan bahasa anak-anak yang terus mejadi dewasa
memungkinkan mereka makin agresif dan kuat dalam penjajakan lingkungan social
maupun fisik mereka.Orang tua yang kejam upaya upaya insiatif anak akan
menjadikan anaka tersebut merasa bersalah dengan dorongan alami mereka selama
tahap ini maupun kemudian hari dalam kehidupanya.
4.
Kerajinan Versus Inferioritas(6 hingga
12 Tahun)
Dimasa
ini anak sudah masuk sekolah sehingga peranan guru dan teman lebih besar dan
peranan orang tua lebih berkurang dalam perkembangan social anak.Keberhasilan
membuat sesuatu sekaligus membawa rasa kerajinan,sutu perasaan bangga tentang
diri sendiridan kemampuan orang.
5.
Identitas versus Kebingungan Peran (12
hingga 18 Tahun)
Masa
remaja adalah masa perubahan.Selama masa remaja fisiologi orang yang berubah
pesat , ditambah dengan tekanan untuk mengambil keputusan tentang pendidikan
dan karir masa depan, menciptakan kebutuhan untuk mempertanyakan dan
mendefinisikan kembali identitas psikososial yang sudah dibentuk selama
tahap-tahap sebelumnya.
6.
Keintiman versus Keterasingan(dewasa
Awal)
Orang
dewasa awal siap membentuk hubungan kepercayaan dan keintiman baru dengan orang
lain.Misalya mitra dalam persahabatan,seks,persaigan dan kerja sama.Orang
dewasa awal yang yang tidak mencari keintiman seperti itu atau yang upayanya
yang sudah berulang-ulang mengalami kegagalan mungkin akan menarik diri ke
dalam perasingan.
7.
Daya regenerasi versus Penyerapan Diri
(Dewasa pertengahan)
Daya
regenarasi(generativity) adalah minat untuk membentuk dan menutun generasi
berikut.(Erikson 1980 hal. 103).Selama tahap ini orang mestinya tumbuh,apabila
meeka tidak tumbuh,rasa”stagnasi dan pemiskinan antar-pribadi “terbentuk,yang
mengakibatkan penyerapan-diri atau pemusan-diri(Erikson,1980 hal. 103)
Tahap
|
Perkiraan
Usia
|
Krisis
Psikososial
|
Hubungan
Penting
|
Penekanan
Psikososial
|
I
|
Lahir
hingga 18 bulan
|
Kepercayaan
Vs Ketidakpercayaan
|
Orang
yang bergantung pada ibu
|
Memperoleh
Memberi
sebagai balasan
|
II
|
18
bulan-3 tahun
|
Otonomi
Vs Keraguan
|
Orang
yang bergantung pada orang tua
|
Berpegang
Membiarkan
pergi
|
III
|
3-6
tahun
|
Inisiatif
Vs rasa bersalah
|
Keluarga
dasar
|
Membuat
(mengejar)
|
IV
|
6-12tahun
|
Kerajinan
Vs inferioritas
|
Tetangga,sekolah
|
Menyerupai
(=bermain)
|
V
|
12-18
tahun
|
Identitas
Vs kebingungan peran
|
Kelompok
sebaya dan teladan kepemimpinan
|
Membuat
sesuatu
Membuat
segala sesuatu
|
VI
|
Dewasa
awal
|
Keintiman
Vs keterasingan
|
Mitra
dalam persahabatan,seks,persaingan ,kerjasama
|
Menjadi
diri sendiri (atau tidak menjadi seseorang)
Membagikan
diri sendiri
|
VII
|
Dewasa
pertengahan
|
Daya
regenerasi Vs penyerapan-diri
|
Pembagian
tenaga kerja dan rumah tangga bersama
|
Memberi
perhatian
|
VIII
|
Dewasa
akhir
|
Integritas
Vs keputusan
|
“umat
manusia;jenis saya”
|
Menjadi
seseorang,melalui masalalu
Menghadapi
bukan sesuatu
|
8.
Intergritas versus Keputusasaan(Dewasa
Akhir)
Dalam tahap terakhir perlembangan
psikososial, orang melihat kembali seluruh masa hidup mereka dan memecahkan
krisis identitas terakhir mereka.Penerimaan pencapaian,kegagalan, dan
keterbatasan tertinggi membawa suatu intergritas atau keutuhan.
Implikasi
Teori Erikson
Teori Erikson
melambangkan waktu terbaik bagi suatu krisis untuk diselesaikan,tapi bukan
satu-satunya waktu yang memungkinkan.
Kritik terhadap Teori Erikson
Teori Erikson tidak menjelaskan bagaimana atau mengapa
orang orang melangkah dari satu tahap ke tahap lain, karena hal itu sulit di
pertegas melalui riset. (Green, 1989;Miller 1993)
2.5
Teori Perkembangan Moral
a.Piaget
Menurut Peaget
Perkembangan moral terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
1.
Moralitas Heteronom
Moralitas
Heteronom merupakan tahap dimana anak-anak berpikir bahwa aturan tidak dapat
diubah dan bahwa pelanggaran terhadapnya menghasilkan hukuman secara otomatis.
2.
Moralitas Otonom
Moralitas
otonom merupakan tahap dimana seseorang memahami bahwa orang membuat aturan dan
bahwa hukuman tidak bersifat otomatis.
Moralitas Heteronom(Lebih Muda)
·
Didasarkan pada hubungan
paksaan;misalnya,penerimaan lengkap oleh anak terhadap ketentuan-ketentuan
orang dewasa
·
Tercermin dalam sikap realisme moral : aturan di pandang
sebagai kentuan yang fleksibel,asal dan wewenangnya dari luar,tidak terbuka
kepada negosiasi dan benar hanya berarti ketaatan harfiah terhadap orang dewasa
dan aturan
·
Kejahatan di nilai dari sudut bentuk dan
konsekuensi tindakan yang obyektif;keadilan disamakan dengan isi keputusan
orang dewasa;hukuman sewenang-wenang dan kejam dilihat sebagai sesuatu yang
adil.
·
Hukuman dilihat sebagai konsekuensi
otomatis pelanggaran,dan keadilan dilihat sebagai sesuatu yang melekat
Moralitas Otonom(Lebih Tua)
·
Didasarkan pada hubungan kerja sama dan
pengakuan bersama terhadap kesetaraan di antara individu-individu yang
otonom,sebagaimana dalam hubungan antara orang-orang yang sejajar
·
Tercermin dalam sikap moral
rasional:aturan dilihat sebagai produk kesepakatan bersama,terbuka pada
negosiasi ulang,diterima sah oleh penerimaan pribadi dan persetujuan
bersama,dan benar berartibertindak sesuai dengan ketentuan kerjasama dan sikap
saling menghormati.
·
Kejahatan dipandang sebagai sesuatu yang
terkait dengan maksud pelakunya;keadilan didefinisikan sebagai perlakuan yang
sama atau kesediaan yang mempertimbangkan kebutuhan individu;keadilan hukuman
didefinisikan oleh kepantasannya pada pelanggaran.
·
Hukuman dilihat sebagai sesuatu yang di
pengaruhi maksud manusia
b.
Kohlberg
Kholberg lebih
menyelidiki tanggpan mereka terhadap beberapa situasi yang terstruktur atau
dilemma moral.Khorlberg membagi perkembangan moral mejadi tiga tingkat dan
terperinci menjadi enam tahap,yaitu: dibuat table.
I
Tingkat Prakonvensional
Aturan
diletakan orang-orang lain.
Tahap 1: Orientasi Hukum dan ketaatan.
Konsekuensi fisik tindakan menentukan kebaikan dan keburukannya
Tahap 2: Orientasi
Relativis Instrumental. Apa yang benar adalah apa saja yangmemuaskan kebutuhan
diri sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Unsur-unsur keadilandan
ketimbalbalikan ada,tetapi kebanyakanditafsirkan dalambentuk”anda menggarukpunggung
saya,saya akan menggaruk punggungmu.”
II Tingkat Konvensional
Individu menganut
aturan dan kadang-kadang akan menomorduakan kebutuhan sendiri di belakang
kebutuhan kelompok.
Tahap 3: Orientasi
“Anak baik”perilaku yang baik adalah apa saja yang menyenangkan atau membantu
orang-orang laindan di setujui oleh mereka. Seseorang memperoleh persetujuan
dengan bersikap “manis”
Tahap 4:
Orientasi”Hukum dan Keteraturan”Benar berarti melakukan kewajiban
seseorang,dengan memperlihatkan sikap hormat kepada orang yang berwenang,dan
mempertaruhkan tatanan social tertenru pada dirinya.
III Tingkat pasca
konvensional
Orang mendefinisikan
nilai-nilainya sendiri dari sudut prinsip-prinsip etika yang telah mereka pilih
untuk di ikuti.
Tahap 5: Orientasi
kontrak social. Apa yang benar di tentukan dari sudut hak-hak individu umum dan
dari sudut standar yang telah di sepakati oleh seluruh masyarakat.
Tahap 6:Orientasi
prinsip etika Universal. Apa yang benar ditentukan oleh keputusan suara hati
menurut prinsip-prinsip etika yang di pilih pribadi. Prinsip-prinsip ini adalah
abstrak dan etis
Langganan:
Postingan (Atom)