TEORI-TEORI PERKEMBANGAN



LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah  pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
 2.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :
-        Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum.
-        Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati
Jika schemas / skema / pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium (equilibrium), namu ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak menyenangkan.
Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak : seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus. Peristiwa ini pun bisa terjadi pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena kurangnya perbendaharaan kata atau dalam kehidupan sehari-harinya konsep tersebut jarang ditemui. Misalnya : seringkali orang menyebut kuda laut itu sebagai singa laut, padahal kedua binatang itu jauh berbeda cara hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan kuda ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian bentuk tubuhnya yang hampir sama.
Perkembangan skemata ini berlangsung terus -menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran dan tingkat intelegensi anak itu.

Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,
1.Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
2.Isi           ; disebut  juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
3.Fungsi    ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi          ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
Adaptasi             ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.   
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Asimilasi
Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.
2. Akomodasi
Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan.
Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan  yang dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya.
Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium – disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.

2.2.1 Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1. kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3.transmisi social
4.equilibrium
Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :
a. tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;
b. tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;
c. tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;
d tahap Operasi Formal : 11 keatas.
Sebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra)
Pada mulanya pengalaman itu  bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia  mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang,  dll.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
b.Tahap Pra Operasi ( Pre Operational Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.
c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek
Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
d.Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)
Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini :
Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “pak Pendek” dan untaian klip (penjepit kertas) untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” itu mempunyai teman “Pak Tinggi”. Lebih  lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api tinggi “Pak Pendek”empat batang sedangkan tinggi “Pak Tinggi” enam batang korek api.
Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip?  Dalam memecahkan masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.
Karakteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kekampuan untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya (child, 1977 : 127)
Kesimpulan pada tahap ini adalah :
Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut operasional formal).
Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya system nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah filosofis.

2.2.2 Implikasi Pendidikan di Kelas
Pengaplikasiannya di dalam belajar : perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi. Kepada individu diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.
Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1.                  Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2.                  Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
3.                  Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba  memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.
4.                  Guru  dapat  menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.   
Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

2.2.3 Kritik Terhadap Teori Piaget
Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
-                 Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget.
-                 Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) ; 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan  berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua
-         dan belum lama ini, Bradmetz (1999) menguji pernyataan Piaget bahwa mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak. Inilah yang menjadi pertentangan dan kritikan  diantara para ahli psikologi
2.3 Vygotsky
Menurut Vygotsky bahwa perkembangan kognisi sangat terkait dengan masukan dari orang-orang lain dan perolehan system-sistem tanda terjadi dalam urutan langkah-langkah tetap yang sama untuk semua anak.Sistem perkembangan menurut Vygotsky  yaitu:
a.       Sistem Tanda
Sistem tanda merupakan symbol-simbol yang diciptakan budaya untuk membantu orang berpikir,berkomunikasi,dan memecahkan masalah.Menurut Vygotsky pembelajaran mlibatkan perolehan tanda tanda melalui pengajaran dan informasi dari orang-orang lain.Perkembangan melibatkan internalisasi anak terhadap tanda-tanda ini sehingga sanggup berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang-orang lain.
b.      Kemandirian
Kemandirian merupakan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang-orang lain.Langkah pertama dalam perkembangan kemandirian dan pemikiran independen ialah belajar bahwa tindakan dan suara mempunyai makna.Langkah kedua dalam mengembangkan struktur internal dan kemandirian melibatkan praktik.Langkah terakhir melibatkan penggunaan tanda untuk berpikir memecahkan masalah tanpa bantuan orang-orang lain.
c.       Percakapan Pribadi
Percakapan Pribadi merupakan suatu mekanisme yang ditekankan Vygotsky  untuk mengubah pengetahuan bersama menjadi pengetahuan pribadi.Anak-anak menyerap percakapan orang-orang lain dan kemudian menggunakan percakapan itu untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah.
d.      Zona Perkembangan Proksimal
Zona perkembangan Proksimal merupakan Tingkat perkembangan langsung diatas tingkat seseorang saat ini.Perkembangan kognitif dan kemampuan menggunakan pemikiran untuk mengendalikan tndakan-tindakan kita sendiri pertama-tama memerlukan penguasaan system-sistem komunikasi budaya dan kemudian belajar menggunakan system-sistem ini untuk mengatur proses pemikiran kita sendiri.
e.       Perancahan
Perancahan merupakan dukungan untuk pembelajaran dan pemecahan masalah; mungkin saja meliputi petunjuk, sarana yang mengingatkan, dorongan,penguraian masalah menjadi langkah-langkah,penyediaan contoh,atau semua hal lain yang memungkinkan siswa secara mandiri  sebagai pelejar. Perancahan berarti menyediakan banyak dukungan kepada seseorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukkungan dan meminta anak memikul tanggung jawab yang makin besar begitu dia sanggup(Rosenshine dan Maister,1992)
f.       Pembelajaran Kerja Sama
Pembelajaran kerja sama memungkinkan percakapan batin anak-anak tersedia bagi anak –anak lain, sehingga marake dapat memperoleh pemahaman tentang proses penalaran satu sama lain.Vygotsky (1978) sendiri mengakui nilai interaksi sesame teman dalam memajukan anak-anak dalam pemikiran mereka.
Penerapan Teori Vygotsky dalam Pengajaran
1.      Keinginan menyusun rencana pembelajaran kerja sama diantara kelompok-kelompok siswa yang mempunyai tingkat-tingkat kemampuan yang berbeda.
2.      Pendekatan Vygotsky terhadap pengajaran menekankan perancahan,dengan siswa yang mengambil makin banyak tanggung jwab pembelajaran mereka sendiri.
2.4 Erikson
Erikson berbeda dengan Piaget dan Vygotsky,beliau memandang perkembangan lebih menekankan dari sudut pribadi dan social yang sering disebut Psikososial.Psikososial merupakan beberapa prinsip yang mengaitkan lingkungan social dengan perkembangan psikologis. Menurut Erikson beberapa persoalan yang sangt penting yang harus diatasi masing-masing orang ketika mereka melewati masing-masing dari kedelapan tahap kehidupan, yaitu:
1.      Kepercayaan versus Ketidakpercayaan(Sejak Lahir Hingga 18 Bulan)
Tujuan masa bayi adalah mengembangkan kepercayaan dasar dalam dunia ini.Erikson (1968,hal.  96)mendefinisikan kepercayaan dasar sebagai”kepercayaan penuh terhadap orang-orang lain dan juga rasa kelayaan diri sendiri yang mendasar untuk dipercaya”.Dalam tahap ini menekankan bahwa ibu adalah sosok orang penting yang pertama dalam dunia sang anak.Perilaku ibu terhadap bayinya menciptakan dalam bayi rasa ketidak percayaan bagi dunianya yang dapat bertahan terus sepanjang masa anak-anak hingga dewasa.
2.      Otonomi versus Keraguan (18 hingga 3 Tahun)
Pada usia dua tahun kebanyakan bayi dapat berjalan dan telah cukup banyak belajar tentang berbahasa untuk berkomunikasi dengan orang-orang lain.Pada masa ini anak-anak berjuang untuk meraih otonomi kemampuan melakukan sendiri segala sesuatu.Keinginan anak sering bertabrakan dengan orang tua sehinga orang tua melarang dan keras member anak-anak mereka ketidak berdayaan dan ketdak mampuan,yang dapat mengakibatkan rasa malu dan keraguan akan kemampuan seseorang
3.      Insiatif versus Rasa Bersalah(3 hingga 6 Tahun)
Selama periode ini kemampuan motorik dan bahasa anak-anak yang terus mejadi dewasa memungkinkan mereka makin agresif dan kuat dalam penjajakan lingkungan social maupun fisik mereka.Orang tua yang kejam upaya upaya insiatif anak akan menjadikan anaka tersebut merasa bersalah dengan dorongan alami mereka selama tahap ini maupun kemudian hari dalam kehidupanya.
4.      Kerajinan Versus Inferioritas(6 hingga 12 Tahun)
Dimasa ini anak sudah masuk sekolah sehingga peranan guru dan teman lebih besar dan peranan orang tua lebih berkurang dalam perkembangan social anak.Keberhasilan membuat sesuatu sekaligus membawa rasa kerajinan,sutu perasaan bangga tentang diri sendiridan kemampuan orang.
5.      Identitas versus Kebingungan Peran (12 hingga 18 Tahun)
Masa remaja adalah masa perubahan.Selama masa remaja fisiologi orang yang berubah pesat , ditambah dengan tekanan untuk mengambil keputusan tentang pendidikan dan karir masa depan, menciptakan kebutuhan untuk mempertanyakan dan mendefinisikan kembali identitas psikososial yang sudah dibentuk selama tahap-tahap sebelumnya.
6.      Keintiman versus Keterasingan(dewasa Awal)
Orang dewasa awal siap membentuk hubungan kepercayaan dan keintiman baru dengan orang lain.Misalya mitra dalam persahabatan,seks,persaigan dan kerja sama.Orang dewasa awal yang yang tidak mencari keintiman seperti itu atau yang upayanya yang sudah berulang-ulang mengalami kegagalan mungkin akan menarik diri ke dalam perasingan.
7.      Daya regenerasi versus Penyerapan Diri (Dewasa pertengahan)
Daya regenarasi(generativity) adalah minat untuk membentuk dan menutun generasi berikut.(Erikson 1980 hal. 103).Selama tahap ini orang mestinya tumbuh,apabila meeka tidak tumbuh,rasa”stagnasi dan pemiskinan antar-pribadi “terbentuk,yang mengakibatkan penyerapan-diri atau pemusan-diri(Erikson,1980 hal. 103)
Tahap
Perkiraan Usia

Krisis Psikososial

Hubungan Penting

Penekanan Psikososial

I
Lahir hingga 18 bulan
Kepercayaan Vs Ketidakpercayaan
Orang yang bergantung pada ibu
Memperoleh
Memberi sebagai balasan
II
18 bulan-3 tahun
Otonomi Vs Keraguan
Orang yang bergantung pada orang tua
Berpegang
Membiarkan pergi
III
3-6 tahun
Inisiatif Vs rasa bersalah
Keluarga dasar
Membuat (mengejar)
IV
6-12tahun
Kerajinan Vs inferioritas
Tetangga,sekolah
Menyerupai (=bermain)
V
12-18 tahun
Identitas Vs kebingungan peran
Kelompok sebaya dan teladan kepemimpinan
Membuat sesuatu
Membuat segala sesuatu
VI
Dewasa awal
Keintiman Vs keterasingan
Mitra dalam persahabatan,seks,persaingan ,kerjasama
Menjadi diri sendiri (atau tidak menjadi seseorang)
Membagikan diri sendiri
VII
Dewasa pertengahan
Daya regenerasi Vs penyerapan-diri
Pembagian tenaga kerja dan rumah tangga bersama
Memberi perhatian
VIII
Dewasa akhir
Integritas Vs keputusan
“umat manusia;jenis saya”
Menjadi seseorang,melalui masalalu
Menghadapi bukan sesuatu
8.      Intergritas versus Keputusasaan(Dewasa Akhir)

Dalam tahap terakhir perlembangan psikososial, orang melihat kembali seluruh masa hidup mereka dan memecahkan krisis identitas terakhir mereka.Penerimaan pencapaian,kegagalan, dan keterbatasan tertinggi membawa suatu intergritas atau keutuhan.
Implikasi  Teori Erikson
Teori Erikson melambangkan waktu terbaik bagi suatu krisis untuk diselesaikan,tapi bukan satu-satunya waktu yang memungkinkan.
Kritik terhadap Teori Erikson
            Teori Erikson tidak menjelaskan bagaimana atau mengapa orang orang melangkah dari satu tahap ke tahap lain, karena hal itu sulit di pertegas melalui riset. (Green, 1989;Miller 1993)
2.5 Teori Perkembangan Moral
a.Piaget
Menurut Peaget Perkembangan moral terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
1.      Moralitas Heteronom
Moralitas Heteronom merupakan tahap dimana anak-anak berpikir bahwa aturan tidak dapat diubah dan bahwa pelanggaran terhadapnya menghasilkan hukuman secara otomatis.
2.      Moralitas Otonom
Moralitas otonom merupakan tahap dimana seseorang memahami bahwa orang membuat aturan dan bahwa hukuman tidak bersifat otomatis.



Moralitas Heteronom(Lebih Muda)
·         Didasarkan pada hubungan paksaan;misalnya,penerimaan lengkap oleh anak terhadap ketentuan-ketentuan orang dewasa
·         Tercermin dalam sikap realisme moral : aturan di pandang sebagai kentuan yang fleksibel,asal dan wewenangnya dari luar,tidak terbuka kepada negosiasi dan benar hanya berarti ketaatan harfiah terhadap orang dewasa dan aturan
·         Kejahatan di nilai dari sudut bentuk dan konsekuensi tindakan yang obyektif;keadilan disamakan dengan isi keputusan orang dewasa;hukuman sewenang-wenang dan kejam dilihat sebagai sesuatu yang adil.
·         Hukuman dilihat sebagai konsekuensi otomatis pelanggaran,dan keadilan dilihat sebagai sesuatu yang melekat



Moralitas Otonom(Lebih Tua)
·         Didasarkan pada hubungan kerja sama dan pengakuan bersama terhadap kesetaraan di antara individu-individu yang otonom,sebagaimana dalam hubungan antara orang-orang yang sejajar
·         Tercermin dalam sikap moral rasional:aturan dilihat sebagai produk kesepakatan bersama,terbuka pada negosiasi ulang,diterima sah oleh penerimaan pribadi dan persetujuan bersama,dan benar berartibertindak sesuai dengan ketentuan kerjasama dan sikap saling menghormati.
·         Kejahatan dipandang sebagai sesuatu yang terkait dengan maksud pelakunya;keadilan didefinisikan sebagai perlakuan yang sama atau kesediaan yang mempertimbangkan kebutuhan individu;keadilan hukuman didefinisikan oleh kepantasannya pada pelanggaran.
·         Hukuman dilihat sebagai sesuatu yang di pengaruhi maksud manusia




b. Kohlberg
Kholberg lebih menyelidiki tanggpan mereka terhadap beberapa situasi yang terstruktur atau dilemma moral.Khorlberg membagi perkembangan moral mejadi tiga tingkat dan terperinci menjadi enam tahap,yaitu: dibuat table.


I Tingkat Prakonvensional
Aturan diletakan orang-orang lain.
Tahap 1: Orientasi Hukum dan ketaatan. Konsekuensi fisik tindakan menentukan kebaikan dan keburukannya
Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental. Apa yang benar adalah apa saja yangmemuaskan kebutuhan diri sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Unsur-unsur keadilandan ketimbalbalikan ada,tetapi kebanyakanditafsirkan dalambentuk”anda menggarukpunggung saya,saya akan menggaruk punggungmu.”



II Tingkat Konvensional
Individu menganut aturan dan kadang-kadang akan menomorduakan kebutuhan sendiri di belakang kebutuhan kelompok.
Tahap 3: Orientasi “Anak baik”perilaku yang baik adalah apa saja yang menyenangkan atau membantu orang-orang laindan di setujui oleh mereka. Seseorang memperoleh persetujuan dengan bersikap “manis”
Tahap 4: Orientasi”Hukum dan Keteraturan”Benar berarti melakukan kewajiban seseorang,dengan memperlihatkan sikap hormat kepada orang yang berwenang,dan mempertaruhkan tatanan social tertenru pada dirinya.
III Tingkat pasca konvensional
Orang mendefinisikan nilai-nilainya sendiri dari sudut prinsip-prinsip etika yang telah mereka pilih untuk di ikuti.
Tahap 5: Orientasi kontrak social. Apa yang benar di tentukan dari sudut hak-hak individu umum dan dari sudut standar yang telah di sepakati oleh seluruh masyarakat.
Tahap 6:Orientasi prinsip etika Universal. Apa yang benar ditentukan oleh keputusan suara hati menurut prinsip-prinsip etika yang di pilih pribadi. Prinsip-prinsip ini adalah abstrak dan etis
           


Read More.. »»